Dia
By Wind Blow - Oktober 02, 2020
22.30 malam. Dia sedang menyendiri mendengarkan lagu yang baru- baru ini menjadi track teratas di playlist media kesukaanya. Berusaha tenang sepertinya menjadi makanan sehari- sehari melewati waktu yang terasa begitu panjang ketika tak ada satupun yang bersua dalam kepalanya. Ia masih duduk tenang, bersenandung bersama irama yang sesekali memancing bibir untuk melafalkan lirik lagu favoritnya. "Bun, aku masih tak mengerti banyak hal. Semuanya berenang dikepala" begitulah kata yang terucap sambil tersenyum kecil. Sesekali dia berdiam, hingga akhirnya air mata yang harusnya dia tau kapan waktu yang tepat untuk jatuh sepertinya kali ini begitu sulit untuk diprediksi. Jatuh begitu saja ditempat terendah didekat bayangnya melangkah. Begitu sulit waktu yang Ia lalui sampai dimalam ini. Apa yang sebenanya terbesit hingga terasa se- sesak itu bahkan hanya untuk menghela udara dunia yang semakin hari sepertinya semakin tak berpihak. "Ada apa denganku?" tanya-nya sambil menyeka air mata yang sudah tak tau berjatuhan melewati pipinya yang merona. Lalu dia terdiam, kembali ambigu. Teringat kembali kenangan itu, saat- saat bahagia yang tak pernah Ia pinta datang dengan begitu dahsyatnya hingga lupa bahwa luka yang menggores begitu dalam seketika sembuh tak berjejak. Saat itu Ia lupa kalau sekalipun lukanya sembuh secara tiba-tiba, bekasnya begitu mendarah dalam raganya yang mungkin saja sesekali akan merekah didalam relungnya yang paling dalam. Begitu menyakitkan didalam, namun tak terlihat dari kejauhan. Bisa saja tersenyum ketika dunia terlihat baik- baik saja, namun begitu mencekik ketika Ia kembali tenggelam dalam kesendiriannya. Setidaknya dari banyaknya luka dan goresan yang membekas dalam ingatannya, masih tersimpan memori indah yang sesekali membuat Ia tersenyum lalu terhanyut kembali dalam sedihnya malam sepi. Mungkin Ia akan baik- baik saja, suatu hari nanti. Pada setiap kehidupan, bukankah kesedihan dan kesenangan sudah terbagi dengan begitu adil didalam genggalam Tuhan yang menciptakan? Sepertinya kali ini Ia memang harus menikmati kesedihan yang begitu berlarut dalam setiap malamnya. Mungkin saja, setelah banyaknya malam dalam sedih yang Ia lalui nantinya akan ada langit cerah membawa kesenangan di sisa- sisa harinya. Bersasumsi, itu saja yang terbesit tepat ketika dirasa dunia sedang tak memihak. Setidaknya, dengan berandai dan berasumsi mampu membuatnya sedikit lupa dengan lukanya.
0 komentar